Feeds:
Pos
Komentar

Direktur Iklim dan Energi WWF-Indonesia, Fitrian Ardiansyah mengatakan, pada 1997/1998, badai El Nino telah menyebabkan terjadinya peristiwa pemutihan karang secara luas di beberapa wilayah, seperti bagian timur Sumatera, Jawa, Bali, dan Lombok. Di Kepulauan Seribu, 90-95 persen terumbu karang yang berada hingga kedalaman 25 meter mengalami kematian akibat pemutihan karang. Sementara, di Bali Barat sendiri pemutihan karang menyerang 75-100 persen tutupan karang.

(http://dishut.jabarprov.go.id/?mod=detilBerita&idMenuKiri=334&idBerita=99)

 

Perubahan iklim tidak hanya disebabkan oleh gas rumah kaca yang berasal dari kendaraan ataupun pabrik. Gas rumah kaca penyebab global warming juga diakibatkan oleh adanya deforestrasi hutan tropis.

 

Deforestrasi hutan tropis turut menambah 20 persen dari jumlah keseluruhan gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim.

Angka ini lebih banyak dengan penggabungan penyebab gas rumah kaca yang berasal dari mobil, truk, kereta, dan pesawat di dunia. Perubahan iklim mengubah habitat dari banyak spesies, yang pada akhirnya menyusutkan populasi mereka dalam jumlah kecil bahkan hingga rentan terhadap kepunahan.

(http://www.satudunia.net/node/690)

Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan iklim mengancam populasi burung di Indonesia. Diprediksi sekitar 2.000 pulau di Indonesia akan tenggelam tahun 2020, ratusan jenis burung akan terancam punah, karena kehilangan habitat hidupnya.
Juru bicara organisasi Burung Indonesia yang berupaya melestarikan burung liar Indonesia, Ria Saryanthi, saat berkunjung ke redaksi SP, Rabu (15/8), mengatakan, jika pulau-pulau kecil di Maluku tenggelam, sekitar 90 jenis burung endemik Maluku yang mayoritas hidup di pulau kecil, terancam tidak ada lagi.

Contohnya, kalau pulau Danar tenggelam, populasi jenis burung sikatan damar (Ficedula henrici) yang tidak ada duanya di dunia akan hilang atau mengungsi entah ke mana. “Di dunia, dari 157 burung yang punah dalam 500 tahun terakhir, sebanyak 137 jenis diantaranya hidup di pulau kecil,” tutur Ria.

Perubahan iklim, tambah Ria, juga membawa perubahan terhadap pola persebaran dan distribusi habitat dan sumber pakan burung. Menghangatnya suhu di daerah pegunungan, katanya, membuat sebagian besar burung yang semula hidup di dataran rendah mulai beralih merambah pegunungan. Hal ini membawa pengaruh juga terhadap pola sebaran burung yang mengikuti sumber makanan.

(http://www.suarapembaruan.com/News/2007/08/16/Kesra/kes01.htm)

 

Lalu, apa yang harus dilakukan warga Indonesia untuk mencegah hal itu? Salah satunya dengan menjaga kekayaan Indonesia, yaitu hutan tropis Indonesia.

 

“Dengan melindungi hutan tropis yang tersisa di dunia, maka kita menyelamatkan primata dan spesies terancam lainnya. Langkah ini pun sekaligus mencegah lebih banyak karbondioksida yang memasuki atmosfer yang dapat menghangatkan iklim bumi,” Mittermeier menegaskan.

(http://www.satudunia.net/node/690)

Selain itu, dengan berusaha semaksimal mungkin mengurangi penyebab terjadinya global warming yang nantinya akan menyebabkan perubahan iklim tersebut. Bisa dengan menggunakan berbagai teknologi ramah lingkungan. Dan yang paling penting yaitu dengan menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran semua orang yang harus dimulai dari diri sendiri.

—(A026)—

Hidup Bersama dengan Alam

Manusia hidup di alam dan bersama alam. Manusia dan alam hidup untuk mencapai tujuan masing-masing. Dalam mencapai tujuan masing-masing, alam tidak membutuhkan manusia, tetapi manusialah yang membutuhkan alam. Kita mengambil semua yang kita butuhkan dari alam. Alam memberikan semua bahan-bahan yang kita perlukan, tinggal bagaimana manusia mengolahnya.

 

Alam adalah suatu sistem yang seimbang. Alam mengatur dirinya secara mandiri. Semua bisa berjalan dengan teratur, walaupun tanpa bantuan manusia. Semua berasal dari alam, oleh alam, untuk alam, dan kembali ke alam.

 

Berbeda dengan alam, manusia membutuhkan alam untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia tidak bisa hidup tanpa adanya alam ini. Dengan kata lain, manusia bergantung pada alam. Manusia memanfaatkan alam untuk memenuhi kebutuhannya seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dll.

 

Dalam hidup bersama alam dan memanfaatkannya, manusia tidak boleh berbuat sekehendaknya sendiri, misalnya mengeksploitasi hutan sembarangan, membuang sampah sembarangan, dll. Alam juga butuh keseimbangan untuk berjalan dengan normal. Apa yang terjadi jika alam tidak seimbang dan tidak normal seperti adanya? Akan terjadi banyak bencana alam yang tentunya akan merugikan manusia sendiri. Misalnya, pengeksploitasian huatan secara sembarangan, penebangan secara liar, dll, itu akan menyebabkan terjadinya banjir, tanah longsor, sumber air berkurang, kekeringan, dll. Dan siapa juga yang rugi? Tentu saja manusia.

 

Jika manusia ingin hidup harmonis dengan alam, manusia juga harus memperlakukan alam dengan baik. Jika manusia berlaku baik pada alam, alam pun akan bersahabat dengan manusia.

Oleh karena itu, biasakan oleh kita untuk selalu menjaga hubungan baik kita dengan alam, seperti dengan membuang sampah di tempatnya, menggunakan hasil hutan dengan sebaik-baiknya, menggunakan teknologi ramah lingkungan, dll. Karena apapun yang kita lakukan pada alam, hasilnya akan kembali kepada kita juga.

 

—(A026)—

Penangkaran adalah sebagai tempat untuk melindungi dan melestarikan flora dan fauna yang hampir punah. Penangkaran adalah alternatif jika habitat asli flora dan fauna tersebut sudah tidak memungkinkan lagi atau kemungkinannya kecil untuk berkembang flora dan fauna tersebut. Adalah lebih baik jika satwa tetap berada di habitat aslinya. Namun, apabila memang harus berpindah dari habitat aslinya, penangkaran adalah tempatnya.

Menurut Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati (KKH) Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan Ir Adi Susmianto, “Pada dasarnya penangkar ada dua kategori yaitu untuk non-komersial dan penangkar untuk komersial.”

Ada yang tujuannya untuk recovery jenis binatang di habitat alam. Misalnya untuk jalak bali (Leucopsar rothschildi) yang endemik di hutan Bali Barat. Dengan penangkaran, diharapkan populasi di alam pulih kembali.

Menangkar untuk tujuan komersial bukan berarti lepas dari pengawasan pemerintah. “Petugas sangat ketat mengawasi catatan kami. Berapa yang lahir, berapa yang dikirim ke luar negeri, ke mana saja, dan lain-lain. Semua harus dilaporkan,” ujar Direktur Kedua dari PT Anak Burung Tropikana yang berada di Singapadu, Kabupaten Gianyar, Bali, Don Wells, yang menjadi salah satu contoh penangkaran yang dikunjungi kelompok Lokakarya Pengendalian Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar, Selasa (22/4).

(http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0304/29/inspirasi/274501.htm)

Lebih baik membiarkan mereka berada di tempat aslinya serta menjaga dan melestarikan habitat asli mereka, karena mereka juga memiliki hak seperti tertuang dalam Five Freedoms Animal Welfare :

  1. Freedom from hunger and thirst
  2. Freedom from discomfort
  3. Freedom from pain, injury and disease
  4. Freedom from fear and distress
  5. Freedom to express natural behaviour

—(A026)—

Jawa Barat & Macan Tutul

Macan Tutul (Panthera pardus) ditetapkan sebagai identitas fauna Jawa Barat menggantikan Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 27 Tahun 2005 tanggal 20 Juni 2005. 

Selain menjadi faktor penyeimbang ekosistem dalam rantai makanan di habitatnya, macan tutul memiliki arti historis bagi masyarakat Jawa Barat. Sejak dahulu macan tutul telah dijadikan ikon kegagahan Kerajaan Pajajaran. Masyarakat Sunda kuno percaya bahwa macan tutul adalah penjelmaan leluhurnya. Karena arti historis yang kental ini dan keberadaannya yang masih ditemukan saat ini, macan tutul layak dijadikan logo fauna bagi masyarakat JawaBarat.

Sejak zaman dahulu Macan Tutul dikenal sangat cerdik, kemampuan istimewanya antara lain memiliki pendengaran dan penglihatan yang kuat serta tangguh dalam memanjat pohon. Dengan keistimewaannya tidak salah jika Provinsi Jawa Barat menggunakan hewan ini sebagai perlambang kekuatan, kecerdikan, kegagahan, dan keindahan.

Satwa ini dilindungi berdasarkan Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1999, sedangkan menurut kriteria CITES (Convention International on The Trade in Endangered Species) atau konvensi internasional untuk perdagangan spesies yang terancam punah pada tahun 2001 Macan Tutul termasuk Appendix I. Menurut kriteria IUCN (International Union for Conservation of Nature), hewan ini termasuk kategori genting (endangered) yang artinya spesies yang menghadapi resiko kepunahan sangat tinggi. Hewan yang termasuk dalam kriteria ini adalah spesies yang telah berkurang di alam sebesar 50 % dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dan memiliki peluang untuk punah lebih dari 20 % dalam waktu 20 tahun ke depan.

Di Indonesia, macan tutul hanya terdapat di pulau Jawa. Saat ini di Jawa Barat, macan tutul masih dapat dijumpai di kawasan:

1. Gunung Salak
2. Taman Nasional Gunung Halimun
3. Taman Nasional Gunung Gede Pangranggo
4. Hutan Sancang
5. Gunung Patuha Ciwidey
6. 
Cagar Alam Gunung Simpang Cianjur
7. Cagar Alam Gunung Tilu Cianjur

 

Ancaman terhadap macan tutul semakin bertambah, seperti :

Berkurangnya luas hutan karena pembukaan lahan untuk pemukiman dan pertanian

Setiap harinya luas hutan di Jawa Barat berkurang karena pembukaan lahan untuk pemukiman dan pertanian. Konversi lahan ini menyebabkan kerusakan dan penyempitan pada habitat asli macan tutul. Macan tutul terancam akibat perubahan kondisi fisik lingkungan dan  berkurangnya jumlah makanan (hewan yang dimakan juga terganggu habitatnya).

Perburuan liar

Perburuan liar juga mengancam keberlangsungan hidup populasi macan tutul yang tersisa. Macan tutul diburu untuk diambil kulitnya sebagai hiasan atau kebutuhan mode. Di beberapa tempat tulang macan tutul juga diambil karena dipercaya dapat dijadikan obat.

Perdagangan ilegal

Perdagangan ilegal macan tutul hidup-hidup juga berlangsung di kawasan Asia. Seringkali perdagangan dilakukan dalam skala multinasional. 

Penangkapan dan pembunuhan oleh masyarakat dengan alasan mengganggu manusia dan ternak

Masyarakat juga sering menangkap dan membunuh hewan ini dengan alasan sering mengganggu ternak dan memakan manusia. Hal ini memang bisa terjadi namun hanya bila habitat macan tutul terganggu hingga tidak ada makanan yang bisa ditemukan.

(http://www.bplhdjabar.go.id)

Macan tutul sebagai identitas fauna Jawa Barat harus dilindungi dan dijaga kelestariannya. Jangan sampai fauna identitas Jawa Barat itu punah. Semua harus menjaga dan melestarikannya, terutama masyarakat Jawa Barat sendiri, lebih-lebih Pemerintah Jawa Barat. Apa yang akan terjadi bila satwa itu punah, bagi Jawa Barat, Indonesia, dan dunia. Semua akan merasa kehilangan. Dunia tidak bisa lagi melihat apa itu macan tutul, anak cucu Indonesia tidak bisa lagi melihat kekayaan negerinya, dan Jawa Barat akan kehilangan fauna identitasnya yang selalu dibanggakan.

Jagalalah dan lestarikan macan tutul !!!

—(A026)—

 

Apa itu Pendidikan Lingkungan Hidup ?

Pendidikan Lingkungan adalah Sebuah proses yang bertujuan dalam membangun populasi dunia yang berkesadaran dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan secara keseluruhan dan berbagai problem yang terkait dengannya, dan yang mana memiliki pengetahuan, sikap, keterampilan, motivasi, dan komitmen untuk bekerja secara individu dan bersama-sama untuk menemukan penyelesaian terhadap masalah-masalah yang saat ini muncul dan mencegah munculnya masalah baru.

(http://www.yelweb.org/content/apa-itu-pendidikan-lingkungan-pl)

Kapan Pendidikan Lingkungan Hidup harus diberikan kepada anak-cucu kita?

Pendidikan lingkungan hidup harus dilaksanakan sejak usia dini. Karena, usia dini merupakan “usia emas” bagi seseorang, artinya bila seseorang pada masa itu mendapat pendidikan yang tepat, maka ia memperoleh kesiapan belajar yang baik yang merupakan salah satu kunci utama bagi keberhasilan belajarnya pada jenjang berikutnya.

Bagaimana memulai Pendidikan Lingkungan Hidup?

Manusia terdiri atas pikiran dan rasa dimana keduanya harus digunakan. Rasa menjadi penting digerakkan terlebih dahulu, karena seringkali dilupakan.

Pendidikan Lingkungan Hidup harus dimulai dari hati. Tanpa sikap mental yang tepat, semua pengetahuan dan keterampilan yang diberikan hanya akan menjadi sampah semata.

Untuk membangkitkan kesadaran manusia terhadap lingkungan hidup di sekitarnya, proses yang paling penting dan harus dilakukan adalah dengan menyentuh hati. Jika proses penyadaran telah terjadi dan perubahan sikap dan pola pikir terhadap lingkungan telah terjadi, maka dapat dilakukan peningkatan pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungan hidup, serta peningkatan keterampilan dalam mengelola lingkungan hidup.

Pendidikan lingkungan hidup haruslah:

  1. Mempertimbangkan lingkungan sebagai suatu totalitas — alami dan buatan, bersifat teknologi dan sosial (ekonomi, politik, kultural, historis, moral, estetika);
  2. Merupakan suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan sepanjang hidup, dimulai pada jaman pra sekolah, dan berlanjut ke tahap pendidikan formal maupun non formal;
  3. Mempunyai pendekatan yang sifatnya interdisipliner, dengan menarik/mengambil isi atau ciri spesifik dari masing-masing disiplin ilmu sehingga memungkinkan suatu pendekatan yang holistik dan perspektif yang seimbang.
  4. Meneliti (examine) issue lingkungan yang utama dari sudut pandang lokal, nasional, regional dan internasional, sehingga siswa dapat menerima insight mengenai kondisi lingkungan di wilayah geografis yang lain;
  5. Memberi tekanan pada situasi lingkungan saat ini dan situasi lingkungan yang potensial, dengan memasukkan pertimbangan perspektif historisnya;
  6. Mempromosikan nilai dan pentingnya kerjasama lokal, nasional dan internasional untuk mencegah dan memecahkan masalah-masalah lingkungan;
  7. Secara eksplisit mempertimbangkan/memperhitungkan aspek lingkungan dalam rencana pembangunan dan pertumbuhan;
  8. Memampukan peserta didik untuk mempunyai peran dalam merencanakan pengalaman belajar mereka, dan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan dan menerima konsekuensi dari keputusan tersebut;
  9. Menghubungkan (relate) kepekaan kepada lingkungan, pengetahuan, ketrampilan untuk memecahkan masalah dan klarifikasi nilai pada setiap tahap umur, tetapi bagi umur muda (tahun-tahun pertama) diberikan tekanan yang khusus terhadap kepekaan lingkungan terhadap lingkungan tempat mereka hidup;
  10. Membantu peserta didik untuk menemukan (discover), gejala-gejala dan penyebab dari masalah lingkungan;
  11. Memberi tekanan mengenai kompleksitas masalah lingkungan, sehingga diperlukan kemampuan untuk berfikir secara kritis dengan ketrampilan untuk memecahkan masalah.
  12. Memanfaatkan beraneka ragam situasi pembelajaran (learning environment) dan berbagai pendekatan dalam pembelajaran mengenai dan dari lingkungan dengan tekanan yang kuat pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya praktis dan memberikan pengalaman secara langsung (first – hand experience).

(http://timpakul.hijaubiru.org/plh-4.html)

Apa saja cara untuk melaksanakan Pendidikan Lingkungan Hidup?

  1. Dengan melaksanakan permainan edukatif
  2. Pendidikan di ruang terbuka seperti pergi ke museum, kebun binatang, dll
  3. Melalui media audio visual

”Sasaran utama pendidikan lingkungan adalah anak-anak karena mereka yang paling tepat untuk membawa wawasan jangka panjang mengenai lingkungan,” ujarnya. Karena anak-anak sekarang cenderung menyukai media audio-visual, seperti televisi, film, dinilai paling efektif dalam menumbuhkan kecintaan terhadap lingkungan pada anak-anak.

(http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0511/21/humaniora/2227444.htm)

Seperti yang dilakuan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dengan meluncurkan film pendidikan berjudul Hijau Daunku, Lestari Hidupku yang ditujukan kepada para murid SD.

  1. Melakukan sosialisasi
  2. dll

—(A026)—

Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!